Mahardika

Senin, 20 Desember 2010

Mimpi !

                Cinta Bela Diri

M
ahardika namaku,saat di SMA aku ikut salah satu ekstrakulikuler yang sangat ku gemari, Bela diri silat, ya aku tekuni kegiatanku, dan ternyata disela kegiatan ini, terselubung hasrat cinta dalam diri ini, tak sangka bahwa ku mencintai pelatihku sendiri. Tidak aneh rasanya kalau pelatih adalah seorang perempuan, walaupun perempuan tak ku pungkiri powernya jauh lebih hebat dibanding diriku. Dirinya yang baik, jiwanya yang tenang, serta canda tawa yang buatku nyaman bersamanya. Waktu itu ku pendam dalam rasa ini, karena ku sadari fakta berkata lain dengan apa yang ku harap, dia jauh lebih tua 2 tahun dibandingkan diriku. Kedekatan kamipun hanya sebatas “adik-kakak” saja. Walau jujur hatiku berharap lebih.

Seiring waktu yang berdetak kamipun beranjak dewasa. Ohnya maaf aku lupa menyebutkan kasih hati ini. Lailatul Mahmudah, namun sering ku panggil ia “ka Ila” tak hanya aku,kerabatnya yang lainpun memanggilnya seperti itu.
Lulus SMA aku berkerja dibidang tekhnologi, karena tempat kerja yang cukup jauh ditambah rasa ingin mematangkan kemandirianku, ku kumpulkan uang dari gajiku untuk sewa salah satu kontrakan yang jaraknya lumayan dekat dengan tempat kerjaku. Tersadar bahwa kontrakan itu dekat dengan “My Sweet of memory” segera aku berkunjung kerumahnya. Ternyata rasa itu masih tersimpan dalam, saat menatapnya hatiku kembali berdegup, seperti tak mampu menggoyangkan lidah saat berkata, kaku sekali. Namun ku tutupi baik – baik muslihat itu. Dengan tingkah yang gelagapan, tapi tetap ku bawa santai.
                Maaf aku tak mampu bertampik dengan rasa ini lagi, rasa itu begitu hebat, tak terbendung lagi saat tertahan, namun apa dayaku, hingga kini ia masih menganggapku seorang adiknya, ya ampun hatiku berkata “please…! Ubah semua fakta ini…!” terkaing –kaing layaknya aku terbujur lemas, mengharapkan keajaiban. Tapi ku percaya bahwa cinta itu penuh dengan keajaiban. 
                Pada akhirnya ku dobrak pintu penghalang ini, seperti berlari menuju singgasana megah namun banyak pil pahit yang harus ku telan, resiko bila ku ungkap adalah dia bisa saja menjauh dariku. Dengan latar ia hindari rasa yang hinggap padaku,  ku lempar koin ke udara, kepala atau ekor yang kudapat…? Namun naas sekali ternyata sebelum tahu jawaban dari koin itu berdering handphone ini. “Boby…(nama panggilanku) masuk kerja enggak ?” bos ku mengkonfrimasi kehadiranku di tempat kerja, “oh iya Om, saya sudah dijalan kok” langsung saja ku bergegas. Sampai lupa melihat jawaban dari koin itu.
                Lagi rasa yang kian dalam kian menyesakan batin ini, ku berpikir keras, apa yang harus ku lakukan, sungguh dashyat rasa dari wanita yang ku cinta, sampai hilang arah ku dibuatnya.  Bodoh sekali bila handphone kujadikan sarana pernyataan cintaku, namun jujur dikondisi seperti ini hanya itu yang mampu ku lakukan. Rasa kecewa yang ku telan saat ia hanya menganggap adik saat ku nyatakan dengan lugas perasaan ini. Namun pikirku ia hanya tak teryakini, dan kini ku berusaha untuk yakini padanya. Bahwa aku layak untuk sandangkan kekasih hatinya.

KHAYALKU HARAPKAN
                “ila kamu bisa ke kontrakan aku…?”
                “ ya bisa,ada apa de…?”
(jujur panggilan kata “de” itu menjengkelkan aku berharap lebih La..!)
                “ada yang mau aku bicarakan…” 
( tak seharusnya ia yang hampiriku, namun situasi yang tak mendukung. Ia selalu pergi latihan dan melatih murid-muridnya, sedangkan aku hanya ada waktu 1 hari dalam seminggu)
                oh ya sudah, nanti sore deh aku kesana
Ya Allah dukung semua niat hati ini, jika memang ia cintaku, ku berharap labuhkan hatinya juga pada hatiku.
Dan akhirnya tibalah waktu yang sudah ku tunggu-tunggu, setelah ku lihat semuanya siap, diriku hatiku serta situasi yang ku buat senyaman mungkin. Candle (lilin), korek api, meja dan kursi yang kutata rapih, dan sebuah kemampuanku, secarik kertas yang penuh kata - kata indah, puisi ya… mungkin hanya itu progress yang mampu ku tunjukan padanya. Dan mungkin kelak bisa lebih ku tunjukan kesungguhan hati ini untuknya.
                “assalamu’alaikum
Sapanya membuat hatiku sejuk dan ku balas juga sapanya…
                “ wa’alaikum salam…”
Ku tuntun ia ke meja yang kupersiapkan di ruang tengah kontrakanku, ku tutup semua benda yang menampiaskan cahaya, ku matikan lampu dan ku tutup hordeng jendela, serta ku lihat ia kebingungan dengan tingkahku, lucu melihat mukanya…  lalu aku nyalakan api lentera yang menerangi, dan menghangatkan raga kami. Lagi, lagi - lagi aku terbujur kaku dihadapnya. Namun ku yakinkan pada diri ini aku sanggup untuk yakinkan padanya.
 
                “ila, aku mencintaimu… dari dulu hingga saat ku helakan nafas ini, masih tersimpan baik, dan maaf bila ku ingkari hubungan kita, yang selama ini hanyalah kakak-adik, jujur ku berharap lebih untuk itu, sangat – sangat mencintaimu, hanya itu yang tersebut dihati ini, ku sadar dengan ungkapanmu bahwa kau hanya harapkan kakak-adik, namun maaf la, bila hatiku mengecewakan harapmu, sudah ku bungkam seruan hati ini, namun apa daya, ku tak dapat bertampik dengan rasa ini,…. Izinkanku untuk menyandangkan kekasih hatimu, dan tak akan ada goresan rasa sakit yang terpahat dihatimu dariku, hatiku berjanji pada hatimu.”
 Sambil menghela nafas, ia pun mengiakan rasaku, sungguh tak dapat ku ukir rasa bahagia saat cintaku mengepakan kedua sayapnya, dia terbang jauh mencakar langit - langit biru.
                “ you’re promise…? Ok,,,! We’ll try this .. and never let me down…! “   dan pada akhirnya happy ending yang ku dapatkan…! Yes…! Dream Come True…!!!!!!!!!!!!  

Quam un skeptic

Samged familie

Faucibus tincidunt